Antisipasi Tumpang Tindih Wilayah Kerja, SKK Migas Sepakati PPLB

By Admin


nusakini.com - SKK Migas Perwakilan Kalimantan dan Sulawesi melakukan kesepakatan kegiatan rutin berupa koordinasi enam bulanan bersama Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kaltim sebagai upaya antisipasi pelanggaran Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama.

Kesepakatan PPLB dibuat antara perusahaan migas dan perusahaan lainnya. Mereka menilai meski pemerintah telah mengatur kegiatan usaha hulu migas, namun masih terdapat tumpang tindih antara wilayah kerja migas dengan kegiatan usaha lain.

Data yang didapat menunjukkan sepanjang tahun ini saja, SKK Migas Kalsul telah menangani 10 kasus pelanggaran PPLB di Kaltim yang dominan terjadi di Kutai Kartanegara.

Kasus itu didominasi kegiatan pertambangan batu bara di zona merah hulu migas. Selebihnya berkaitan perkebunan kelapa sawit, pembangunan jalan perlintasan, dan pembangunan fasilitas masyarakat. Sehingga, PPLB berlaku bagi segala jenis kegiatan usaha yang hendak beroperasi di area kerja hulu migas.

Pihak yang pernah terlibat tak hanya perusahaan batu bara saja, tapi juga PLN, Dinas Pekerjaan Umum, bahkan masyarakat umum juga.

“10 kasus yang kami tangani itu ada di Muara Jawa, Marang Kayu, Handil, Tanjung, Sanga-sanga, dan daerah lainnya," jelas Kepala Urusan Operasi Perwakilan SKK Migas Kalsul Roy Widiartha, Senin, 26/9/2016.

Roy meyebutkan tumpang tindih yang terjadi antara wilayah kerja migas dan kegiatan usaha lainnya acapkali berdampak kerusakan aset dan fasilitas yang digunakan KKKS untuk aktifitas.

Sayangnya konsekuensi hukum bagi pelanggaran PPLB tidak ada, karena PPLB hanya kesepakatan.

“Tapi dengan keterlibatan pemerintah dan SKK Migas, bisa saja bisa berakibat rekomendasi kepada kementerian untuk pencabutan izin bagi pelanggar," sambungnya.

PPLB yang dimaksud mengacu UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Peraturan Pemerintah No. 35/2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas yang menjelaskan tentang hak atas wilayah kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS dan pemanfaatan lahan eksplorasi dan eksploitasi.

Kesepakatan ini telah disepakati bersama pada pertengahan September dan rencananya pertemuan pertama akan digelar Oktober mendatang.

Roy mengatakan PPLB tersebut salah satu syarat bagi perusahaan pertambangan batu bara yang harus dimiliki untuk medapat izin pertambangan di wilayah kerja migas dari pemerintah daerah. Sehingga, pelanggaran PPLB dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk mencabut izin mereka.

Kalau ada pelanggaran dan sampai izin harus dicabut sebenarnya dua-duanya rugi. “Perusahaan migas rugi fasilitas atau asetnya rusak, sementara perusahaan batu bara rugi karena izinnya bisa dicabut," urainya.(p/mk)